Tim gabungan dari Kepolisian Resor Bengkulu Utara bersama, Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHSKS), Polisi Kehutanan Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu menangkap tiga orang warga Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu karena diduga memburu dan menjual kulit satwa langka dilindungi harimau Sumatera (Phantera tigris Sumatrae). Penangkapan terjadi pada hari Senin tanggal 7 Oktober 2019 di penginapan Dadari Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara.
āAda tiga orang yang ditangkap, seorang merupakan pemburu atau eksekutor harimau dan dua orang lainnya diketahui sebagai penjual kulit harimau yang diburu ituā jelas M. Zainuddin, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan. Ketiga tersangka yang ditangkap petugas gabungan tersebut adalah AL (66), PR (23) dan AS (39).
Kronologi penangkapan berawal dari informasi yang didapatkan oleh anggota PHSKS dari informan pada hari Minggu tanggal 6 Oktober 2019. Setelah mendapatkan informasi tersebut, PHSKS menurunkan tim Investigator dengan caraĀ undercover untuk memastikan informasi tersebut. Investigator menyamar sebagai pembeli dan dapat berkomunikasi dengan AL. Kemudian pada hari Senin, 7 Oktober 2019 TimĀ PHSKS bersama BKSDA Bengkulu melakukan rapat bersama membahas Rencana Operasi telah berkoordinasi dengan Polres Bengkulu Utara sebelumnya untuk melakukan operasi bersama. AL dan PR ditangkap oleh petugas di penginapan Dadari. Dari penangkapan keduanya petugas mengembangkan kasus dan menangkap AS di lokasi berbeda yang terlibat dalam pembunuhan harimau sumatera tersebut.
Kanit Tipiter Polres Bengkulu Utara Ipda Edy Hermanto Purba mengatakan, selain selembar kulit harimau tanpa tulang belulang, petugas juga menyita satu unit senapan angin Gujluk ukuran peluru 4.5 mm yang digunakan untuk menembak harimau sumatera tersebut. āKasus ini masih dalam pengembangan dan ketiga tersangka sudah ditahan di Polres Bengkulu Utara,ā jelas Edy.
Edy menambahkan para tersangka akan dikenakan Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (KSDAE) dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Sementara pemilik senjata berpotensi dikenakan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia tentang kepemilikan senjata ilegal dengan ancaman penjara hingga 12 tahun.
Ketiga tersangka dan barang bukti.